Blogger Widgets

Minggu, 08 Desember 2013

Kecerdasan Emosi dan Perilaku Agresi pada Guru SD

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
“Kecerdasan Emosi dan Perilaku Agresi pada Guru SD
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan



Disusun oleh:

Ayu Fitri A                 Santi Iswandari
Fajrin Siti Fauziah       Indra Sukmana
Dyah Dwi Untari        Ambarwati
Rossita Novia R          Rina Handayani         
Ninik Puji A                M. Akbar                   
Fauzi



FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2012 / 2013
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Makalah Psikologi Perkembangan ini dapat terselesaikan.
Laporan ini berisi tentang uraian tentang penjelasan masa perkembangan anak pada masa pertengahan dan akhir anak-anak. Kami berharap makalah tugas ini bisa bermanfaat bagi semuanya dan tentunya bagi kelompok kami.
Namun, kelompok kami menyadari jika laporan kami ini tidak luput dari salah dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mohon kritik dan saran yang membagun dari Ibu Dosen pembimbing, teman-teman dan khususnya pembaca. Dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.


Yogyakarta, Oktober 2012


Penyusun






BAB I
PENDAHULUAN
                 
A .Latar Belakang
Salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan. Pendapat ini didukung oleh syah (2002), bahwa pendidikan adalah usaha untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya menusia melalui pengajaran .kegiatan pengajajan diselenggarakan pada semua satuan jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah sampai pendidikan tinggi.
            Pendidikan dalam hal, guru ikut berperan dalam menentukan tinggi rendahnya kualitas pendidikan. Sehingga pendidik merupakan factor penentu dalam setiap usaha pendidikan. Menurut UU RI Guru dan Dosen (2005), guru adalah pendidik profesianal dengan tugas utama mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, dasar, dan pendidikan menengah.
            Seharusnya guru dapat menjadi pengajar atau pendidik yang baik. Tetapi kadang kala kekuasaan atau kewenangan disalahgunakan (berperilakuagresi). Perilaku agresi guru biasanya ditunjukan melalui pemberian hukuman pada siswa. Berdasarkan hasil wawancara beberapa murid SD di daerah Yogyakarta, ternyata masih ada murid yang mengeluhkan tindakan perilaku agresi seperti memarahi, mencela, menjewer, mencubit, menampar maupun memukul.
            Banyak kasus yang terjadi pada tahun 2004 yang terjadi dikota maupun desa. Menurut informasi yang diperoleh dari Polda Yogyakarta (2004), dari 93 kasus tindak kekerasan dan agresi, ada 28 kasus kekerasan dan agresi yang dilakukan baik guru kepada muridnya maupun murid kepada guru.
           
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagaiberikut:
1. Apa penyebab terjadinya agresi guru terhadap murid SD di kecamatan Sedayu?
2. Bagaimana hubungan kecerdasan emosi dan perilaku agresi pada guru SD?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latarbelakang diatas, maka yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui penyebab terjadinya agresi guru terhadap murid SD khususnya di kecamatan Sedayu.
2.      Untuk mengetahui hubungan secara empiris antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi pada guru SekolahDasar (SD).
D. MetodePenulisan
Subjek dalam penelitian ini adalah guru SD yang masih mengajar aktif dan bertugas di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. Ada 61 guru SD yang memenuhi kriteria subjek peneliti, yaitu: memiliki pengalaman mengajar lebih dari 5 tahun dan sudah berstatus sebagai pengajar tetap. Pengambilan subjek penelitian menggunakan teknik purpositive samplin, yaitu suatu cara pemilihan subjek dengan kriteria tertentu dari suatu populasi (Azwar, 2001)
Metode pengumpulan data yang digunakan skala kecerdasan emosi dengan aspek-aspek mengenali emosi diri, mengelola emosi orang lain, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan ornag lain (Salovey dan Mayer, dalam Goleman, 2003). Skala perilaku agresi dengan aspek-aspek dari Buss (1995) yaitu Agresifitas Fisik, Verbal, Kemarahan, dan Kecurigaan digunakan untuk mengumpulkan data Agresifitas. Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan uji korelasi product moment dari Karl Pearson.
Hasil dan Diskusi
Hasil uji korelasi Product Moment antara variabel kecerdasan emosi dengan variabel perilaku agresi pada guru SD yang menjadi subjek penelitian diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,864 dan tingkat signifikansi senilai 0,000. Hasil uji korelasi ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian di terima, bahwa ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi kepada anak didiknya. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi yang dimiliki guru maka cenderung semakin tinggi perilaku agresi yang ditunjukkan.
Berdasarkan hasil uji korelasi penelitian ini ditemukan sembangan efektif sebesar 74,6%, hal inu menunjukkan bahwa kecerdasan emosi cukup berperan dalam pembentukan perilaku agresi. Ini berarti tidak menutup kemungkinan ada faktor lain selain kecerdasan emosi yang ikut mempengaruhi perilaku agresi, yaitu lingkungan, penguatan, stress, pengaruh obat-obat terlartang (alkohol), media masa, deindividuasi.
Hasil penelitian ini mendukung pendapat Goleman (2003), bahwa kecerdasan emosi merupakan salah satu kunci terpenting bagi individu dalam pembentukkan perilaku individu. Kecerdasan dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya terbentuk oleh kemampuan individu dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan baik dengan orang lain.
Berdasarkan hasil skor kategorisasi kecerdasan emosi dapat diketahui bahwa mayoritas guru SD yang menjadi subjek penelitian memiliki kecerdasan emosi yang rendahnya dengan presentase 52,5% (32 orang). Menurut Goleman (2003) menambahkan apabila individu merasakan suasana hati yang tidak enak seperti, sedih, kecewa, kesal dan merasa di kuasai oleh emosinya sendiri maka individu tidak mampu untuk  melepaskan diri dari emosi yang menguasainya.
Menurut Davidoff(1991), bahwa frustrasi selalu diasosiasikan dengan keadan emosional yang tidak menyenangkan. Berkowitz (2003) menambahkan bahwa semua perasaan negstif atau perasaan tidak enak merupakan dorongan dasar untuk berperilaku agresi. Hal ini di dukung Dollard dan Miller (dalam Koeswara, 1998), yang mengaitkan perilaku agresi dengan frustrasi dan mengannggap perilaku agresi adalah suatu bentuk reaksi terhadap frustrasi.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi yang dilakukan guru SD yang menjadi subjek penelitian. Kurangnya kecerdasan emosi dikarenakan subjek mengalami kesulitan dalam mengenal emosi diri, mengontrol emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain. Hal ini menyebabkan subjek tidak mampu bertahan dalam menghadapi frustrasi sehingga memunculkan perilaku agresif.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penyebab terjadinya agresi pada guru

Penyebab terjadinya agresi guru pada murid SD Sedayu dipengaruhi karena beban guru sangat berat karena di satu sisi guru harus menjadi seorang pengajar dan pendidik dengan melaksanakan tugas dan profesinya sebaik mungkin namun pada sisi lain guru dihadapkan dengan masalah kebutuhan ekonomi yang terus bertambah. Guru harus dapat menjaga sikap di hadapan siswa dan lingkungan sosialnya agar dapat menjadi contoh yang baik, namun pada saat yang sama pula guru harus mengatasi masalah – masalah yang muncul oleh rendahnya tingkat kesejahteraan guru maupun tuntutan profesionalisme dalam pekerjaannya. Situasi yang seperti ini akan membawa dampak psikologi yang tidak sehat. Misalnya, konflik – konflik yang kemudian dapat menimbulkan frustasi.
Menurut Dollard dan Miiler( dalam Koeswara, 1988 ), frustasi terjadi ketika seseorang mengalami kekecewaan yang tidak dapat teratasi. Ketika guru melakukan proses belajar mengajar sedang mengalami frustasi maka guru dapat menimpakan kekesalan pada siswa – siswanya, ia juga memaparkan bahwa frustasi dapat menghasilkan reaksi, dalam bentuk perilaku agresi.  Menurut Berkowitz ( 2003 ), perilaku agresi adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang baik secara fisik maupun mental.
Perilaku agresi guru biasanya ditunjukkan melalui pemberian hukuman pada siswa .menurut Kusumawardani ( 2003 ), ada beberapa perilaku agresi khususnya agresi fisik yang terbukti dilakukan oleh guru kepada muridnya seperti pemberian hukuman di luar batas normal pendidikan. Guru menyalah gunakan wewenang dan kekuasaannya untuk melakukanan tindakan agresi tersebut dengan mengatas nama kan ketegasan dan kedisiplinan, sehingga pendidik mendapat kebenaran atas perilaku agresi yang dilakukannya. Padahal perilaku tersebut dapat berdampak negative pada psikologis anak.
Berkowitz ( 2003 ), memaparkan bahwa dorongan dasar perilaku agresi muncul disebabkan semua perasaan negative atau perasaan tidak enak. Individu yang sedang mengalami perasaan negative akan berpeluang untuk melakukan perilaku agresi bila diberi sedikit rangsangan.

B.     Hubungan secara empiris antara kecerdasan emosi dan perilaku agresi pada guru SD
Menurut Cooper dan Swaf ( dalam wijaya, 2004 ), mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memahami perasaan sehingga individu dapat belajar mengakui, menghargai perasaan diri, dan orang lain serta dapat memilih dan mengungkapkan emosi yang ada dalam kehidupan.
Kecerdasan emosi dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan guru sebagai pembimbing serta sebagai panutan anak didiknya, mengontrol perilaku yang bisa merugikan dirinya maupun orang lain terutama anak didiknya.
Goleman ( 2003 ), menjelaskan bahwa rendahnya kecerdasan emosi karena individu tidak mampu untuk mengenali emosi diri.
Mayer ( dalam goleman, 2003 ), menambahkan apabila individu merasakan suasana hati yang tidak enak seperti ( sedih,kecewa, kesal ) dan merasa dikuasai oleh emosinya sendiri maka individu tidak mampu untuk melepaskan diri dari emosi yang menguasainya. Goleman ( 2003 ), menjelaskan bahwa dalam kondisi seperti itu akan membuat individu sulit dalam mengenali emosinya. Individu yang tidak memiliki ketrampilan dalam mengelola emosi maka ia akan menekan emosinya sehingga individu juga sulit dalam memotivasi dirinya. Rendahnya kecerdasan emosi juga dikarenakan individu yang tidak dapat mengenali emosi orang lain dengan baik maka ia tidak peka dengan situasi yang ada sehingga ia mengalami kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain. Ketidakpekaan dalam membaca pesan non verbal akan membuat individu salah paham atau keliru dalam menafsirkannya. Menurut Stephen ( goleman, 2003 ), individu yang terus menerus tidak mampu membaca dan mengungkapkan enosinya dengan baik maka ia akan mengalami frustasi.
Guru yang mempunya kecerdasan emosi yang tinggi ketika sedang mengalami frustasi maka ia mampu untuk mengatur suasana hati dan kemampuan berpikirnya terkendali. Berbeda dengan guru yang memiliki kecerdasan emosi rendah , salah satu reaksi yang muncul adalah perilaku agresi.
Menurut Dollard dan Miller ( koeswara, 1988 ), seseorang akan terdorong untuk melakukan perilaku agresi apabila dihadapkan pada situasi frustasi atau mengalami kekecewaan yang tidak dapat diatasi. Perilaku agresi guru biasanya ditunjukkan guru biasanya melalui hukuman seperti : mencela, memarahi, menampar.
Menurut Daviddof ( 1991 ), bahwa frustasi selalu diasosiasikan dengan keadaan emosiinal yang tidak menyenangkan.
Buss ( 1995 ), menjelaskan bahwa ada tiga bentuk perilaku agresi :
1.      Agresi fisik            : memukul, menampar, menendang, menggigit
2.      Agresi verbal         : mencela, memaki, menghina, menertawakan
3.      Agresi non verbal  : agresi non verbal di bedakan menjadi dua, yaitu kemarahan dan kecurigaan. Kemarahan adalah reaksi yang langsung muncul dan bersifat sementara dengan diliputi ketegangan psikologis. Munculnya kemarahan biasanya disertai dengan kecurigaan.
Berdasarkan landasan teori tersebut dapat dirumuskan hipotetis sebagai berikut : ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi guru SD Sedayu kepada anak didiknya. Semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki guru maka semakin rendah guru untuk melakukan perilaku agresi. Dan semakin rendah kecerdasan emosi yang dimiliki guru maka semakin tinggi perilaku agresi yang di tunjukkan.
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang disampaikan dalam jurnal ini maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi pada guru SD yang menjadi subjek penelitian terhadap siswanya. Semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki subjek maka cenderung semakin rendah subjek untuk melakukan perilaku agresi. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi yang dimiliki guru maka cenderung semakin tinggi perilaku yang ditunjukkan. Sumbangan kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi sebesar 74,6 %.












DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2001. Reabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Berkowitz, L. 2003. Emotional Behavior (penerjemah: Hartatni W.S.). Jakarta:PPM
Davidoff, L.L. 1991. Psikologi Sebagai Pengantar (penerjemah: M. Juniati), Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Goleman, D.2003. Emotional Intelligence (penerjemah: T. Heryana). Jakarta: PT Gremedia Pustaka Utama.

Koeswara, E. 1988. Agresi Manusia. Bandung: PT Eressco.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar