MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
“Kecerdasan
Emosi dan Perilaku Agresi pada Guru SD”
Disusun untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan
Disusun oleh:
Ayu Fitri A Santi
Iswandari
Fajrin Siti Fauziah Indra
Sukmana
Dyah Dwi Untari Ambarwati
Rossita Novia R Rina
Handayani
Ninik Puji A M. Akbar
Fauzi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2012 / 2013
KATA PENGANTAR
Pertama-tama
marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Makalah Psikologi Perkembangan ini dapat
terselesaikan.
Laporan ini berisi tentang uraian tentang
penjelasan
masa perkembangan anak pada masa pertengahan
dan akhir anak-anak. Kami berharap makalah tugas ini bisa bermanfaat bagi
semuanya dan tentunya bagi kelompok
kami.
Namun,
kelompok kami menyadari jika laporan
kami ini tidak
luput dari salah dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mohon kritik dan saran yang
membagun dari Ibu Dosen pembimbing, teman-teman dan khususnya pembaca. Dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Yogyakarta,
Oktober 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A
.Latar Belakang
Salah satu sarana untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia
adalah pendidikan. Pendapat
ini didukung oleh
syah (2002), bahwa pendidikan adalah usaha untuk
menumbuh kembangkan potensi sumber daya menusia
melalui pengajaran .kegiatan pengajajan diselenggarakan pada semua satuan
jenjang pendidikan mulai dari tingkat
dasar, menengah sampai pendidikan tinggi.
Pendidikan
dalam hal, guru ikut berperan
dalam menentukan tinggi
rendahnya kualitas pendidikan. Sehingga pendidik merupakan factor penentu dalam setiap usaha
pendidikan. Menurut UU RI Guru dan Dosen (2005), guru adalah
pendidik profesianal dengan tugas utama
mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai
dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan
anak usia dini
jalur pendidikan formal, dasar, dan pendidikan menengah.
Seharusnya guru dapat
menjadi pengajar atau pendidik yang baik. Tetapi kadang
kala kekuasaan atau
kewenangan disalahgunakan (berperilakuagresi).
Perilaku agresi guru biasanya ditunjukan melalui pemberian hukuman pada siswa. Berdasarkan
hasil wawancara beberapa
murid SD di daerah Yogyakarta, ternyata
masih ada murid yang
mengeluhkan tindakan
perilaku agresi seperti memarahi,
mencela, menjewer, mencubit, menampar maupun memukul.
Banyak kasus yang terjadi pada tahun 2004 yang terjadi dikota maupun
desa. Menurut informasi
yang diperoleh dari
Polda Yogyakarta (2004), dari 93 kasus
tindak kekerasan dan
agresi, ada 28 kasus kekerasan dan agresi yang dilakukan baik guru kepada muridnya
maupun murid kepada guru.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagaiberikut:
1.
Apa penyebab terjadinya agresi guru terhadap murid SD di kecamatan Sedayu?
2.
Bagaimana hubungan kecerdasan emosi dan perilaku agresi pada
guru SD?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan latarbelakang diatas, maka yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penyebab
terjadinya agresi guru terhadap murid SD khususnya di kecamatan
Sedayu.
2. Untuk mengetahui hubungan
secara empiris antara
kecerdasan emosi dengan perilaku
agresi pada guru SekolahDasar (SD).
D.
MetodePenulisan
Subjek dalam
penelitian ini adalah guru SD yang masih mengajar aktif dan bertugas di
Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. Ada 61 guru SD yang memenuhi kriteria
subjek peneliti, yaitu: memiliki pengalaman mengajar lebih dari 5 tahun dan
sudah berstatus sebagai pengajar tetap. Pengambilan subjek penelitian
menggunakan teknik purpositive samplin, yaitu
suatu cara pemilihan subjek dengan kriteria tertentu dari suatu populasi
(Azwar, 2001)
Metode pengumpulan data
yang digunakan skala kecerdasan emosi dengan aspek-aspek mengenali emosi diri,
mengelola emosi orang lain, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan
membina hubungan dengan ornag lain (Salovey dan Mayer, dalam Goleman, 2003).
Skala perilaku agresi dengan aspek-aspek dari Buss (1995) yaitu Agresifitas
Fisik, Verbal, Kemarahan, dan Kecurigaan digunakan untuk mengumpulkan data
Agresifitas. Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan uji korelasi product moment dari Karl Pearson.
Hasil dan Diskusi
Hasil uji korelasi
Product Moment antara variabel kecerdasan emosi dengan variabel perilaku agresi
pada guru SD yang menjadi subjek penelitian diperoleh koefisien korelasi
sebesar -0,864 dan tingkat signifikansi senilai 0,000. Hasil uji korelasi ini
menunjukkan bahwa hipotesis penelitian di terima, bahwa ada hubungan negatif
antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi kepada anak didiknya. Sebaliknya
semakin rendah kecerdasan emosi yang dimiliki guru maka cenderung semakin
tinggi perilaku agresi yang ditunjukkan.
Berdasarkan hasil uji
korelasi penelitian ini ditemukan sembangan efektif sebesar 74,6%, hal inu
menunjukkan bahwa kecerdasan emosi cukup berperan dalam pembentukan perilaku
agresi. Ini berarti tidak menutup kemungkinan ada faktor lain selain kecerdasan
emosi yang ikut mempengaruhi perilaku agresi, yaitu lingkungan, penguatan,
stress, pengaruh obat-obat terlartang (alkohol), media masa, deindividuasi.
Hasil penelitian ini
mendukung pendapat Goleman (2003), bahwa kecerdasan emosi merupakan salah satu
kunci terpenting bagi individu dalam pembentukkan perilaku individu. Kecerdasan
dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya terbentuk oleh kemampuan individu
dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi
orang lain dan membina hubungan baik dengan orang lain.
Berdasarkan hasil skor kategorisasi kecerdasan emosi dapat diketahui bahwa
mayoritas guru SD yang menjadi subjek penelitian memiliki kecerdasan emosi yang
rendahnya dengan presentase 52,5% (32 orang). Menurut Goleman (2003)
menambahkan apabila individu merasakan suasana hati yang tidak enak seperti,
sedih, kecewa, kesal dan merasa di kuasai oleh emosinya sendiri maka individu
tidak mampu untuk melepaskan diri dari
emosi yang menguasainya.
Menurut Davidoff(1991), bahwa frustrasi selalu diasosiasikan dengan keadan
emosional yang tidak menyenangkan. Berkowitz (2003) menambahkan bahwa semua
perasaan negstif atau perasaan tidak enak merupakan dorongan dasar untuk
berperilaku agresi. Hal ini di dukung Dollard dan Miller (dalam Koeswara,
1998), yang mengaitkan perilaku agresi dengan frustrasi dan mengannggap
perilaku agresi adalah suatu bentuk reaksi terhadap frustrasi.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif
antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi yang dilakukan guru SD yang
menjadi subjek penelitian. Kurangnya kecerdasan emosi dikarenakan subjek
mengalami kesulitan dalam mengenal emosi diri, mengontrol emosi diri,
memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang
lain. Hal ini menyebabkan subjek tidak mampu bertahan dalam menghadapi
frustrasi sehingga memunculkan perilaku agresif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyebab terjadinya agresi pada guru
Penyebab
terjadinya agresi guru pada murid SD Sedayu dipengaruhi karena beban guru sangat berat karena di satu sisi
guru harus menjadi
seorang pengajar dan pendidik dengan
melaksanakan tugas dan profesinya
sebaik mungkin namun
pada sisi lain guru
dihadapkan dengan
masalah kebutuhan ekonomi yang terus bertambah. Guru harus dapat menjaga sikap di
hadapan
siswa dan lingkungan
sosialnya agar dapat menjadi contoh yang baik, namun pada saat yang sama pula guru harus mengatasi masalah – masalah yang muncul
oleh rendahnya tingkat
kesejahteraan guru maupun
tuntutan profesionalisme dalam pekerjaannya. Situasi yang seperti ini akan membawa
dampak psikologi yang tidak sehat. Misalnya, konflik – konflik yang kemudian
dapat menimbulkan frustasi.
Menurut Dollard dan Miiler( dalam Koeswara, 1988 ), frustasi
terjadi ketika seseorang mengalami
kekecewaan yang tidak dapat teratasi. Ketika guru melakukan proses belajar
mengajar sedang mengalami frustasi
maka guru dapat menimpakan kekesalan pada siswa – siswanya, ia juga memaparkan bahwa
frustasi dapat menghasilkan reaksi,
dalam
bentuk perilaku agresi. Menurut Berkowitz ( 2003 ), perilaku
agresi adalah segala
bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang baik secara fisik
maupun mental.
Perilaku agresi guru biasanya ditunjukkan melalui pemberian hukuman pada siswa .menurut Kusumawardani
( 2003 ), ada beberapa
perilaku agresi khususnya agresi
fisik yang terbukti dilakukan oleh guru kepada muridnya seperti pemberian hukuman di luar batas normal pendidikan. Guru menyalah
gunakan wewenang dan kekuasaannya untuk
melakukanan tindakan agresi
tersebut dengan mengatas nama
kan ketegasan dan
kedisiplinan, sehingga pendidik mendapat kebenaran atas perilaku agresi
yang dilakukannya. Padahal perilaku tersebut
dapat berdampak negative pada psikologis anak.
Berkowitz ( 2003 ), memaparkan
bahwa dorongan dasar
perilaku agresi muncul disebabkan
semua perasaan negative atau perasaan tidak
enak. Individu yang sedang
mengalami perasaan negative akan berpeluang untuk melakukan perilaku
agresi bila diberi
sedikit rangsangan.
B. Hubungan secara empiris antara
kecerdasan emosi dan perilaku
agresi pada guru SD
Menurut
Cooper dan Swaf ( dalam wijaya, 2004 ), mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi
adalah kemampuan untuk memahami perasaan sehingga individu dapat belajar
mengakui, menghargai perasaan diri, dan orang lain serta dapat memilih dan
mengungkapkan emosi yang ada dalam kehidupan.
Kecerdasan
emosi dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan guru
sebagai pembimbing serta sebagai panutan anak didiknya, mengontrol perilaku
yang bisa merugikan dirinya maupun orang lain terutama anak didiknya.
Goleman ( 2003 ), menjelaskan bahwa rendahnya
kecerdasan emosi karena individu tidak mampu untuk mengenali emosi diri.
Mayer ( dalam goleman, 2003 ), menambahkan apabila
individu merasakan suasana hati yang tidak enak seperti ( sedih,kecewa, kesal )
dan merasa dikuasai oleh emosinya sendiri maka individu tidak mampu untuk
melepaskan diri dari emosi yang menguasainya. Goleman ( 2003 ), menjelaskan
bahwa dalam kondisi seperti itu akan membuat individu sulit dalam mengenali
emosinya. Individu yang tidak memiliki ketrampilan dalam mengelola emosi maka
ia akan menekan emosinya sehingga individu juga sulit dalam memotivasi dirinya.
Rendahnya kecerdasan emosi juga dikarenakan individu yang tidak dapat mengenali
emosi orang lain dengan baik maka ia tidak peka dengan situasi yang ada
sehingga ia mengalami kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain.
Ketidakpekaan dalam membaca pesan non verbal akan membuat individu salah paham
atau keliru dalam menafsirkannya. Menurut Stephen ( goleman, 2003 ), individu
yang terus menerus tidak mampu membaca dan mengungkapkan enosinya dengan baik
maka ia akan mengalami frustasi.
Guru
yang mempunya kecerdasan emosi yang tinggi ketika sedang mengalami frustasi
maka ia mampu untuk mengatur suasana hati dan kemampuan berpikirnya terkendali.
Berbeda dengan guru yang memiliki kecerdasan emosi rendah , salah satu reaksi
yang muncul adalah perilaku agresi.
Menurut
Dollard dan Miller ( koeswara, 1988 ), seseorang akan terdorong untuk melakukan
perilaku agresi apabila dihadapkan pada situasi frustasi atau mengalami
kekecewaan yang tidak dapat diatasi. Perilaku agresi guru biasanya ditunjukkan
guru biasanya melalui hukuman seperti : mencela, memarahi, menampar.
Menurut Daviddof ( 1991 ), bahwa frustasi selalu
diasosiasikan dengan keadaan emosiinal yang tidak menyenangkan.
Buss ( 1995 ), menjelaskan bahwa ada tiga bentuk
perilaku agresi :
1.
Agresi fisik : memukul, menampar, menendang,
menggigit
2.
Agresi verbal : mencela, memaki, menghina, menertawakan
3.
Agresi non
verbal : agresi non verbal di bedakan
menjadi dua, yaitu kemarahan dan kecurigaan. Kemarahan adalah reaksi yang
langsung muncul dan bersifat sementara dengan diliputi ketegangan psikologis. Munculnya
kemarahan biasanya disertai dengan kecurigaan.
Berdasarkan landasan teori tersebut
dapat dirumuskan hipotetis sebagai berikut : ada hubungan negatif antara
kecerdasan emosi dengan perilaku agresi guru SD Sedayu kepada anak didiknya.
Semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki guru maka semakin rendah guru
untuk melakukan perilaku agresi. Dan semakin rendah kecerdasan emosi yang
dimiliki guru maka semakin tinggi perilaku agresi yang di tunjukkan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
penelitian dan pembahasan yang disampaikan dalam jurnal ini maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan perilaku
agresi pada guru SD yang menjadi subjek penelitian terhadap siswanya. Semakin
tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki subjek maka cenderung semakin rendah
subjek untuk melakukan perilaku agresi. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan
emosi yang dimiliki guru maka cenderung semakin tinggi perilaku yang
ditunjukkan. Sumbangan kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi sebesar 74,6
%.
DAFTAR
PUSTAKA
Azwar, S. 2001. Reabilitas dan Validitas. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset
Berkowitz, L. 2003.
Emotional Behavior (penerjemah:
Hartatni W.S.). Jakarta:PPM
Davidoff, L.L.
1991. Psikologi Sebagai Pengantar
(penerjemah: M. Juniati), Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Goleman, D.2003. Emotional Intelligence (penerjemah: T.
Heryana). Jakarta: PT Gremedia Pustaka Utama.
Koeswara, E. 1988. Agresi Manusia. Bandung: PT Eressco.